Monday, March 02, 2009

Optimalkan Program Kesehatan Unggas, Investasi Aman Peternak Senang

Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk peternakan khususnya daging ayam sangat tinggi dan hal ini menyebabkan penggunaan obat-obatan untuk pencegahan dan perawatan/perlakuan terhadap penyakit ayam menjadi semakin penting agar daging dapat diproduksi secara efisien. Untuk mempertahankan efisiensi produksi ayam pedaging disatu sisi dan menyediakan produk peternakan yang aman untuk dikonsumsi, perlu diusahakan alternatif penggunaan antibiotik atau probiotik dalam industri perunggasan.
Didalam budidaya perunggasan faktor penyebaran penyakit pada unggas dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Karena itu pengawasan yang ketat perlu dilakukan dan perlu juga perhatian yang lebih jika ayam yang dipelihara terinfeksi suatu penyakit. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan seperti: umur ayam yang terinfeksi penyakit, tingkat morbiditas, jenis antibiotik dan dosis antibiotik yang akan digunakan untuk mengobati ayam yang sakit, semuanya ini merupakan hal yang sangat penting dan harus diketahui oleh seorang peternak .
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian antibiotik, vaksin, dan probiotik pada ayam : 1. Antibiotik yang diberikan harus disesuaikan dengan kondisi ayam, apakah untuk pencegahan atau untuk pengobatan, 2. Pilihlah antibiotik yang cocok, dalam hal ini memiliki daya kerja untuk membunuh, 3. Mikroorganisme patogen atau sesuaikan dengan spekrum antibiotik tersebut, 4. Berikan antibiotik sesuai dengan waktu paruh yang dimiliki oleh antibiotik tersebut yang dipilih, 5. Berat badan dan konsumsi air minum mutlak harus diketahui agar antibiotik yang diberikan sesuai dosis yang dibutuhkan, 6. Perhatikan waktu henti obat dan lama pemberiannya, 7. Kemampuan diagnosa yang akurat agar tidak salah dalam pemberian dosis, dalam artian dilihat tingkat morbiditas, 8. Perhatikan umur ayam yang akan diobati.
Dari program kesehatan yang diterapkan pada peternakan ayam CV. Setia Budi Sragen menggunakan obat dari PT. Pyridam Veteriner Jakarta ada beberapa variabel yang harus diamati tiap minggu antara lain : konsumsi pakan (consumtion), pertambahan berat badan (average daily gain/ADG), Umur (age), dan kematian (mortilitas) dari keempat variable tersebut akan dapat dihitung FCR, dan IP. Sebagai studi kasus pada budidaya ayam broiler 5.000 ekor jika diperkirakan membutuhkan modal 100%, maka modal tersebut dapat dibagi dalam 5 komponen kebutuhan yaitu : Pakan 76.3%, DOC 18.5%, Obat 1.5%, Sekam 1%, Pemanas 1% dan Upah Tenaga Kerja 1.7%.
Meskipun faktor obat hanya berkisar 1.5% dari total investasi namun faktor ini sangat menentukan bagus tidaknya performan yang dihasilkan. Jika dalam pemeliharaan ayam tersebut tidak diberi program kesehatan maka akan rentan terhadap kondisi sakit sehingga tingkat kematian semakin tinggi dan bisa mencapai angka 1.6.7%, pada umur 33 hari ayam hanya berbobot 1.09 kg dengan FCR (Feed Convertion Rate) 1.97% sehingga diperoleh IP (indeks prestasi) 220. Dari hasil yang diperoleh tersebut maka peternak tentunya akan mengalami kerugian yang luar biasa besarnya per ekor bisa mencapai Rp. 1.935,- jika dikalikan 5000 ekor maka peternak akan rugi sebesar Rp. 9.675.000,-.
Peternak yang selalu memantau dan melakukan program kesehatan dengan baik maka tingkat kematian bisa semakin ditekan hingga angka 1.97%, pada umur 33 hari ayam bisa mencapai bobot 1.96kg dengan FCR (Feed Convertion Rate) 1.65% sehingga diperoleh IP (indeks prestasi) 336. Dari hasil yang diperoleh tersebut maka peternak tentunya bisa memperoleh keuntungan yang besar, per ekor bisa mencapai Rp. 3.005,- jika dikalikan 5000 ekor hasilnya sekitar Rp. 15.025.000,-.
Mengingat sangat besar investasi yang ditanamkan dalam bidang budidaya perunggasan, maka diharapkan dalam pengelolahan kesehatan unggas peternak memiliki pengetahuan tentang tata laksana pemeliharaan ayam karena tata laksana pemeliharaan ayam tersebut merupakan bagian dari manajemen perunggasan, dimana merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingkat produksi. Semoga menjadi masukan untuk program manajemen kesehatan bagi dokter hewan yang bekerja sebagai health control di bidang budidaya perunggasan. (agung w: aveterinary@yahoo.com)

Merintis di Era Krisis, Keberanian Berbisnis Kemitraan di Dunia Perunggasan

Krisis Global nampaknya tidak mempengaruhi seseorang untuk merintis usaha/ bisnis. Sedikit sekali seorang mahasiswa yang memberanikan diri untuk bekerja menjadi tenaga freelance (paruh waktu) ataupun bekerja fulltime di suatu instansi apalagi memulai berbisnis. Hal ini sangat jarang sekali kita jumpai karena banyak yang takut akan berdampak mundurnya masa studinya dan menjadikan nilai akademinya merosot. Namun berbeda dengan mahasiswa yang satu ini dia tampaknya beorientasi lain. Awalnya karena faktor keluarga yang pas-pasan dia harus memutar otak untuk bekerja supaya bisa membiayai kuliah dan dapat hidup di Jogja. Setelah berusaha dengan keras dan dengan memanfaatkan relasi akhirnya dia saat ini sudah bisa berkerja di Instansi Perguruan Tinggi tempat dia menuntut ilmu dan sekarang udah berjalan hampir 3 tahun.
Disamping menimba ilmu dan bekerja nampaknya lelaki berusia 24 tahun asal Sragen ini tidak pernah berhenti beraktifitas dia juga membantu menjalankan administrasi Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta (APAYO), dan Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) Setelah belajar kurang lebih tiga tahun di dunia perunggasan dan bergaul dengan orang-orang yang mempunyai bisnis di bidang ini kini dia memberanikan diri untuk memulai merintis kemitraan ayam broiler (pedaging) di daerah Sragen dan sekarang semakin mantap memutuskan fokus menjalankan kemitraan broiler. Kemitraan Broiler yang dirikannya di beri nama “Setia Budi”. Belum genap setahun dia mengembangkan kemitraan broiler, manis pahitnya bisnis tersebut sedikit demi sedikit mulai dia rasakan. Populasi ayam broiler kemitraanya saat ini mencapai 15.000 ekor/ periode dengan jumlah peternak 10 orang.
Sejarah Kemitraan ‘Setia Budi”
Pria ini mengaku mengenal dekat ayam semenjak kuliah karena kebanyakan relasi atau punya kenalan dari seorang TS (Technical Service) dan Peternak Inti di Yogyakarta. Di masa-masa awal perkenalannya dengan ayam, Dia langsung kepincut untuk melakukan usaha budidaya broiler. Salah satu alasannya karena perputaran uang di bisnis ini tergolong cepat, hanya sekitar 25-40 hari. Bahkan kalau sedang mujur mendapatkan harga jual tinggi, laba besar dipastikan akan tergenggam. Memulai terjun di bisnis perunggasan di awal tahun 2008, dia menemukan fakta bahwa bisnis unggas ternyata menggiurkan dan sangat menarik. Populasi awalnya 2000 ekor, dan berkembang hingga 15 ribu ekor/periode. Usaha ternak broiler memang menyimpan risiko yang besar dan itu dirasakan betul oleh dia kerugian dari broiler-nya yang pernah 30 juta namun bisa ditutup kembali oleh keuntungannya.
Waktu pembentukan kemitraanSetia Budi adalah di Yogyakarta dimulai dari tanggal 9 Mei 2008. Kesepakatan ini terdiri dari Tiga pihak. Pihak I, dan III sepakat untuk menyediakan DOC dan Obat serta membuat laporan admin sedangkan Pihak II menyediakan pakan dan bertanggungjawab terhadap penjualan serta penagihan. Sekretariat kemitraan ayam broiler milik Setia Budi, terletak di Dusun Karang, Desa Mojokerto, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Unit Kemitraan Kabupaten Sragen membawahi beberapa peternakan yang berada di Kabupaten Sragen daerah (Kedawung, Pengkok, Karang Malang, Gondang), dan Kabupaten Karanganyar yaitu daerah (Mojogedang).
Evaluasi terhadap Kemitraan
Untuk mendapatkan bentuk kemitraan yang memadai telah dilakukan pengembangan alternatif model kemitraan dengan memasukkan aspek profitabilitas, prospek kemandirian usaha, kodeterminasi hubungan kemitraan serta kesinambungan usaha. Untuk implementasinya, melalui 4 (empat) tahapan yaitu: tahapan 1. Perubahan sistem penggunaan FCR untuk penentuan harga; tahapan 2. Perubahan sistem profit sharing; tahapan 3. Peralihan dalam penanganan pasca panen dan pemasaran dari Inti kepada peternak dan tahapan 4. Perubahan sistem rantai nilai agribisbisnis yang dilaksanakan peternak.Keberhasilan dan aplikasi model ini, Perlu dukungan intsrumen kebijakan dan penegakannya yang lebih berpihak kepada peternak, serta keikhlasan pihak yang kuat untuk memberikan kesempatan akses yang lebih besar dalam sektor pasca panen dan pemasaran kepada peternak mitra.
Kemitraan “Setia Budi” memberanikan diri untuk menawarkan solusi terhadap beberapa keluhan yang sering muncul sehubungan dengan pelaksanaan kemitraan diantaranya : 1) sudahkah hubungan kemitraan memenuhi azas saling menguntungkan? 2) peternak mitra hanya menjadi ‘sapi perahan’ pemilik modal, 3) peternak mitra adalah penanggung risiko terbesar (menanggung risiko kenaikan harga input, terutama bibit dan pakan) dan 4) pada saat harga output baik, keuntungan masih tetap lebih besar dinikmati pemilik modal. Pertanyaan dan keluhan tersebut sering muncul, namun yang perlu dicatat adalah munculnya pertanyaan dan keluhan tersebut adalah pada saat-saat tertentu yang memang sedang merugikan peternak mitra; sebaliknya tidak muncul pada saat-saat yang menguntungkan. Hitungan-hitungan untung rugi memang harus dilakukan tidak hanya sesaat, melainkan dalam jangka panjang, karena harga-harga input dan output memang selalu berfluktuasi. “Setia Budi” memberikan solusi dengan memberikan produk sapronak yang berkualitas dan kontrak harga yang menguntungkan kedua belah pihak.
Berdasarkan Evaluasi Tahun 2008 Performance Pemeliharaan Broiler di kemitraan “Setia Budi” Sragen diperoleh hasil yang cukup baik. Dengan mengggunakan pakan BR1 dan Duta PT. Japfa Comfeed dan DOC Platinum PT. Multibreeder diperoleh perhitungan IP (Indeks Prestasi) antara 245-335, FCR. 1.57-1.73,Berat Panen 1.40-2.21 kg, Umur 34-40 hr, Mortalitas 1.5-7.5%, keuntungan peternak Rp. 900-3000/ekor, dari 25 kali waktu check in hari 4 periode yang rugi dan 21 periode untung itu artinya 84% peternak untung dan hanya 16% tingkat kerugiannya , Selanjutnya dalam perhitungan keuntungan dalam rupiah dan profitabilitas diukur dengan profit margin dan return on investment. Adapun variabel yang berpengaruh terhadap keuntungan adalah skala usaha, total biaya, harga jual dan umur panen.Kemudian rata-rata profit margin peternak plasma sebesar 15%. Adapun variabel yang berpengaruh terhadap profit margin adalah skala usaha, total biaya dan harga jual, demikian pula return on investment peternak plasma sebesar 28%. (agung, aveterinary@yahoo.com)

Tahun Dua Ribu Sembilan Tahun yang Memberi Harapan

Global financial crisis atau sering dikenal dengan Krisis keuangan global telah mengimbas kesemua sektor. Dampaknya diperkirakan semakin nyata pada tahun 2009. Meski begitu, prospek bisnis perunggasan termasuk bidang produksi khususnya peternakan ayam pedaging (broiler) diperkirakan tetap menjanjikan karena di tengah penurunan daya beli akan terjadi substitusi pangan ke produk unggas. Produk unggas yang akan tetap bertahan, bahkan bisa meningkat produksinya, khususnya daging dan telur ayam. Karena daging dan telur merupakan jenis makanan yang berprotein tinggi, murah, mudah dijangkau, dan praktis.
Prospektifnya industri unggas di tengah krisis keuangan global memberi harapan bagi ketahanan sosial masyarakat. Mengingat sebagian besar usaha peternakan unggas, baik daging atau pun telur, dilakukan di pedesaan. Subsector perunggasan juga jadi lokomotive bagi industri pertanian lain, seperti budidaya jagung. Saat ini sekitar 12,5 juta orang atau sekitar 5 persen orang hidupnya berhubungan dengan industri perunggasan. Dari jumlah itu, ada 2,5 juta pekerja yang bekerja di sektor perunggasan.
Kendati iklim usaha perunggasan pada tahun 2009 mendatang menghadapi hambatan diperkirakan usaha ini tetap akan mengalami peningkatan. Produksi unggas nasional pada tahun depan diperkirakan sekitar 950 juta ekor bibit ayam (day old chick/DOC, atau naik tipis dari produksi 2008 hanya 900 juta DOC. Kenaikan target produksi itu bisa dicapai jika pemerintah membantu petani pengadaan bibit jagung hibrida dan menjaga stabilitas harga.
Sejalan dengan DOC, produksi telur dan karkas juga akan meningkat masing-masing akan berkisar di angka 1,15 juta ton dan 945 juta ekor dibandingkan dengan capaian 2008 yang masing-masing sekitar 1,1 juta ton telur dan 890 juta ekor karkas ayam broiler. Meskipun iklim investasinya stagnan pada 2009, kita harus tetap masih optimis akan terjadi peningkatan produksi/increasing production hingga mencapai 4 persen.
Dalam perhitungan keuangan kas dan investasi, belum banyak yang membedakan perhitungan-perhitungan penyusutan, perhitungan harga DOC, obat, vaksin, pakan dan konversi pakan, serta harga ayam broilernya. Sampai saat ini hal-hal semacam ini masih menjadi wacana bagi peternak. Dalam peternakan broiler, usaha peternakannya jika dihitung per periode. Perhitungannya ada kalah menangnya. Bila misalnya 2 kali periode kalah, maka 4 kali periodenya menang. Bila 4 kali periodenya kalah, 2 kali periodenya menang. Namun, sesungguhnya, meskipun cuma 2 kali periode menang, hasil usahanya lebih besar daripada nilai kekalahan yang 4 periodenya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya dalam setahun tidak ada ceritanya peternakan broiler rugi. Perhitungan usaha ayam broiler itu berbeda dengan usaha ayam layer. Dengan investasi yang sama dengan usaha ayam broiler, keuntungan bisnis ayam broiler 10 kali lipat dari ayam layer. Meskipun profit margin peternak hanya Rp. 400 s.d Rp. 1,500/kg dalam setahunnya, diharapkan tahun 2009 dapat mengalami peningkatan di banding tahun 2008.
Walaupun pada pergantian tahun 2008-2009 kemarin, situasi dan kondisi yang membuat peternak sejenak menahan nafas cukup lama yaitu 3,5 bulan. Sebuah periode yang bisa membuat sendi-sendi permodalan para peternak melemah dan hambatan kembali muncul yaitu faktor internal perunggasan seperti naiknya harga pakan dan DOC. Maka jika saja tahun 2008 ini masalah klasik itu bisa diatasi oleh semua pelaku usaha, sudah pasti akan membuat cerah dunia usaha perunggasan di tahun 2009.
Di tahun dua ribu sembilan semoga memberi harapan, dengan adanya peningkatan produksi diharapkan terjadi peningkatan konsumsi masyarakat. Sehingga yang tepenting bagi peternak yaitu mempertahankan eksistensi perunggasan dengan menjaga aset-aset peternakan jangan sampai hilang. Karena yang paling banyak pasang surut adalah usaha peternakan ayam broiler. Hal lain yang seringkali menjadi kelemahan peternakan ayam broiler adalah masalah manajemen atau pengelolaan harusnya dapat dikelola dengan baik sehingga mampu melakukan efisiensi.
Keyakinan dan kepercayaan sebagai harapan baru bahwa dunia perunggasan akan maju dan terus berkembang didasarkan oleh situasi economy macro dan domestic socio-political. Secara kasat nyata, sudah jelas bahwa saat ini roda perekonomian Indonesia sudah bergerak nyata, terutama jika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Tetaplah Maju Menatap Tahun Baru, selalu Jaya Peternak Indonesia… (agung: aveterinary@yahoo.com).

Sejenak Menahan Nafas disaat Pergantian Tahun 2008-2009

Sepanjang ingatan kolektif kita, sedikit sukar memprediksi situasi pasar unggas. Menjelang pergantian tahun 2008 ke tahun 2009 telah terjadi gunjang-ganjing pasar yang cukup membuat sport jantung peternak, pada akhir tahun ini situasinya cukup membuat gelisah namun pada kesempatan lain seperti momen lebaran sangat menggembirakan. Tak dapat dipungkiri, keadaan sosial, ekonomi dan psikologis masyarakat sangat memengaruhi kondisi pasar unggas kita.
Hujan di Bulan Desember 2008 ini rupanya merupakan sinyal merah buat peternak, pukulan yang datang cukup bertubi-tubi. Masyarakat mengurangi konsumsi hasil unggas khususnya daging ayam sekitar 2 bulan yaitu November, Desember tahun 2008 bahkan diprediksi sampai Januari 2009. Ini teramati dari drop-nya pasar (hingga 60%) di bulan November dan Desember 2008. Itulah pemasaran komoditi, bila tak terserap dengan segera, akan menumpuk di kandang. Maka beberapa minggu berselang, meskipun permintaan pasar sudah berangsur pulih, namun seolah-olah masih terjadi over supply dan baru kembali normal dalam waktu 5 minggu.
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, itulah yang dirasakan peternak. Kerugian identik dengan menipisnya modal lancar peternak, biasanya setelah terjadi hal itu, permintaan bibit ayam juga lemah. Harga bibit ayam juga lemah. Masih dalam bulan yang sama, kelangkaan dan mahalnya bahan baku pakan ternak khususnya jagung mulai terasa. Dampak dari mahalnya jagung tentu saja berpengaruh pada kenaikan harga pakan dari rata-rata Rp 4.700/kg menjadi sampai Rp 5.000/kg. Bahkan, berkurangnya daya serap DOC kala itu disinyalir merupakan dampak lain dari kenaikan harga pakan. Karena naiknya HPP (Harga Pokok Produksi) tidak dibarengi dengan kenaikan harga ayam di tingkat peternak, sehingga ada sebagian peternak yang menahan untuk chick in.
Di Yogyakarta dan sekitarnya awal Desember 2008 ini harga broiler sempat diperdagangkan Rp 6.500/kg, padahal BEP peternak bisa sampai Rp. 10.500/kg. Sehingga peternak mengalami kerugian Rp. 4000/kg, harga broiler di berbagai daerah juga mengalami penurunan drastis. Situasi pasar ini membuat optimisme peternak meredup dengan melakukan panic selling demi menekan kerugian. Merosotnya harga ayam pedaging juga ditunjang keadaan pasar yang absurd. Dengan mekanisme teknis penjualan yang didominasi broker, membuat harga jual broiler kerap terdikte. Akibatnya situasi pasar menjadi tidak berimbang, karena bila pasokan bibit ke pasar umum telah dipangkas 30%, logikanya harga ayam broiler turut terkatrol. Pada kenyataannya, kinerja ayam pedaging masih saja memburuk.
Memasuki akhir Februari 2009 situasi pasar broiler diprediksi baru akan mulai membaik. Akhir tahun yang miris ini ditambah lagi dengan pergantian cuaca yang menyebabkan timbulnya kasus penyakit yang cukup tinggi makin menyurutkan langkah peternak meraih untung. Melihat kondisi pasar unggas terahir, peternak memprediksi pelemahan harga berlangsung hingga mendekati Natal pada bulan Desember. Namun, tak sedikit pula yang khawatir terjadinya banjir pasokan seperti tahun lalu. Indikasi tersebut tercermin dari harga DOC yang diperdagangkan di bawah Rp. 1.000 pada pertengahan Desember. Bisa jadi, anjloknya harga DOC broiler karena produksi tidak terserap pasar. Hal ini terjadi lantaran peternak banyak yang mengurungkan jadwal chick in. Dengan harga pakan yang terus melambung, peternak khawatir apabila isi kandang, harga jualnya tidak sesuai harapan.
Namun disela-sela kegelisahan dan sejenak menahan nafas di pergantian tahun 2008-2009 ini tersirat optimisme. Salah satunya adalah momen persiapan pemilihan presiden 2009 yang mungkin bisa menjadi harapan mendongkrak konsumsi dan harga unggas – yang tentunya harus dibarengi dengan kampanye produk unggas. Tetaplah bertahan para peternak, karena dibalik anjloknya harga akan ada saat stabilnya harga, Tetap optimis, dan maju terus peternak Indonesia… (Agung :aveterinary@yahoo.com)